Toothache and Heartache

Wednesday 26 November 2008

Kemaren ini, pas lagi di sekolah, ada temen gue yang nanya:

"Sakitan mana Mez, sakit gigi apa sakit hati?"

Sekilas dan tanpa pikir panjang gue jawab "Sakit gigi lah, lebih real rasa sakitnya!". Tapi beberapa kilas, gue mulai mikir, meskipun sakit gigi itu real rasa sakitnya, tapi yang namanya sakit hati itu sangat relatif. Sakit hati bisa terasa sangat sakit kalo si penderita mensugestikan dirinya benar2 tersakiti. Itu semua pilihan, rasa sakit hati itu berupa pilihan yang lo ambil pada kondisi emosional lo. Dan akhirnya gue ralat jawaban gue, "Eh nggak deng, semua tergantung orangnya!".

Mungkin ada sebagian orang yang menganggap sakit hati itu sepele dan kesannya terlalu dibuat-buat. Tapi sebagian lainnya nggak menganggap begitu. Menurut mereka sakit hati itu lebih parah dari sakit apapun juga. Sekalinya lo sakit hati, seluruh anggota tubuh lo akan terbawa dan terpaksa meyakini bahwa lo sakit hati. In results, nggak jarang orang yang sakit hati berlebihan bisa melakukan hal-hal yang tidak rasional. Semua itu karena saat mereka sakit hati, pengendali utama tubuh mereka adalah hati mereka yang sedang larut dalam emosi. Kembali lagi, semua tergantung si penderita, apakah dia ingin berlarut larut dalam emosinya, atau memilih untuk mencoba tegar.

Tapi apa semua orang bisa memilih untuk mencoba tegar? Nggak. Di teater kehidupan ini, selalu ada orang yang mendapatkan peran yang menyedihkan, dan dalam scene mereka, nggak ada happy ending, setidaknya untuk satu scene saja. Mereka terpaksa harus mengalami satu scene menyedihkan itu, karena mungkin itu lah yang disebut dengan takdir. Scene yang mereka lalui itu mungkin tidak sepenuhnya hasil pilihan yang ia buat dalam hidupnya, namun pilihan yang orang lain buat pun juga menentukan nasibnya.

Selalu ada pemeran utama yang mendapatkan scene yang penuh dilema, namun berujung bahagia. Tapi tak sekali pun mereka memperhatikan nasib para pemeran yang tidak mendapatkan happy ending dalam scene-nya. Menyedihkan? Ya. Bahkan sangat memuakkan apabila ternyata, si pemeran utama itu lah yang membuat nasib pemeran tokoh lainnya jadi menyedihkan dan tanpa happy ending, dan si pemeran utama dengan kurang ajarnya meninggalkan seseorang itu tanpa merasa tidak adil.

Dalam beberapa kasus, bukan wewenang kita untuk memilih mendapatkan scene yang endingnya begini atau begitu. Terutama dalam kasus-kasus sakit hati. Sakit hati yang penyebabnya berupa rasa cinta atau sayang atau suka atau nafsu belaka atau apalah itu. Tapi pastinya, selalu ada jalan untuk memperbaiki scene kita yang tidak happy ending itu. Dimanakah jalan itu? Semuanya kembali tergantung pada diri kita masing-masing.

P.S. : Apa mungkin kalo ada Fakultas Kedokteran Cinta akan lebih digemari daripada Fakultas Kedokteran Gigi? :P

1 comments:

Larras said...

hihihi inget bgt nih gw jg komentar soal ini. tp link blog gw dulu dong heheheh thx mezz